Sejarah Lamdingin



Sejarah Berdirinya Gampong Lamdingin

Gampong (ejaan Aceh: Gampông) Lamdingin dulunya merupakan bagian dari wilayah Gampong Peunayong, dimana dari pemekaran Gampong Peunayong muncullah 5 (lima) gampong administratif baru yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Kuta Alam diantaranya adalah Gampong Mulia, Gampong Lampulo, Gampong Lamdingin, Gampong Laksana dan Gampong Keuramat. Hingga Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1983 tertanggal 14 Februari 1983 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Banda Aceh, penyebutan Lamdingin sendiri, masih tercatat dan dikenal dengan penulisan Lam Dingin.

Dari cerita pendahulu, Gampong Lamdingin sudah ada sejak tahun 1940. Dimana pada masa itu Gampong Lamdingin merupakan pemukiman berupa lahan tambak dan lahan tidur (rawa-rawa). Penyebutan nama Lamdingin sendiri bermula dari kedatangan para perantau dari daerah lain, dengan tujuan diantaranya ziarah ke Makam Ulama Aceh (Teungku Syiah Kuala) atau lebih dikenal dengan Syekh Abdurrauf bin Ali al-Fansuri as-Singkili. Dimana kondisi lingkungan saat itu, masih dipenuhi dengan rimbunnya pepohonan dan nyaman untuk berteduh, sehingga lahir ungkapan pada saat itu sebagai gampong “reluei” atau “leupie” (dingin).

Beberapa perantau memilih menetap dan menggarap lahan tidur (rawa-rawa), menjadi lahan tambak udang, dan sebagian lahan tidur (rawa-rawa) lainnya dijadikan permukiman. Penamaan Lamdingin tersebut menjadi bukti dan bagian sejarah yang mengukuhkah penguasaan wilayah tersebut pada saat itu oleh para perantau yang memilih menetap di Gampong Lamdingin. Beberapa perantau yang memilih menetap dan berkeluarga bahkan berasal dari negara lain, sehingga bisa dijumpai sebagian kecil penduduk Gampong Lamdingin secara silsilah keturunan masih berdarah Portugis dan Arab.

Hubungan Aceh dahulu yang dikenal dimancanegara, menempatkan Lamdingin sebagai salah satu lokasi yang bersejarah, dimana salah satu faktornya adalah dikarenakan letaknya yang sangat dekat dengan makam Teungku Syiah Kuala. Sumber dari peneliti International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS), menjelaskan, dijumpai banyak makam-makam kuno, makam tertua dan bernilai sejarah. Sehingga oleh para tetua gampong pada saat itu, sebagai salah satu upaya melestarikan sejarah yang ada, penamaan sebagian dusun yang ada di Gampong Lamdingin, diambil dari nama makam-makam ulama yang terletak di Gampong Lamdingin.

Sistem Pemerintahan Dahulu

Sistim pemerintahan Gampong Lamdingin pada saat itu berazaskan pada pola adat, kebudayaan dan peraturan formal yang sudah bersifat umum sejak jaman dahulu. Pemerintahan gampong pada waktu itu dipimpin oleh seorang Keuchik dan dibantu oleh Wakie Keuchik, karena pada masa itu belum ada ketua Dusun. Adapun peran Wakie Keuchik pada saat itu fungsinya hampir sama dengan kepala Dusun saat ini.

Keuchik Gampong mempunyai penasehat yaitu Imum Mukim, Satu orang Imum Mukim membawahi beberapa Keuchik Gampong. Imum Mukim mempunyai peran yang sangat kuat dalam tatanan pemerintah Gampong yaitu sebagai penasehat baik dalam penetapan sebuah kebijakan ditingkat pemerintah Gampong dan dalam memutuskan sebuah putusan hukum adat.

Sedangkan Tuha Peuet menjadi bagian lembaga penasehat Gampong. Tuha Peuet juga sangat berperan dan berwenang dalam memberi pertimbangan terhadap pengambilan keputusan-keputusan Gampong, memantau kinerja, dan kebijakan yang diambil oleh Keuchik. Badan Perwakilan Gampong yang disebut Tuha Peut ini, terdiri dari unsur ulama, tokoh adat, pemuka masyarakat, dan cerdik pandai yang ada di gampong yang bersangkutan. Sedangkan lembaga eksekutif gampong terdiri dari Keuchik dan Teungku Imum Meunasah beserta Perangkat Gampong.

Imam (Imuem) Gampong ataupun Meunasah yang sudah ditunjuk memiliki tugas dalam mengorganisasikan kegiatan-kegiatan keagamaan. Pada masa dulu kegiatan-kegiatan atau persoalan/masalah yang ada dalam Gampong Lamdingin banyak dikerjakan dirumah Keuchik, dikarenakan belum adanya kantor keuchik.

Pemerintahan Gampong Pasca Gempa Bumi dan Tsunami

Pada tanggal 26 Desember 2004 musibah gempa bumi dan tsunami yang melanda, meluluhlantakkan daratan Aceh, dan Gampong Lamdingin termasuk salah satu daerah yang nyaris hancur total akibat terjangan gelombang yang dahsyat tersebut dimana. Kejadian dahsyat tersebut praktis membuat wilayah pesisir Kota Banda Aceh menjadi lumpuh total. Puing-puing bekas bangunan berserakan, mayat bergelimpangan dan Gampong Lamdingin berubah menjadi gampong mati yang nyaris tiada berpenduduk. Sisa penduduk yang selamat memilih mengungsi ke tempat keluarga dan tetangga yang berada diluar wilayah dampak gempa bumi dan tsunami. Bahkan beberapa diantaranya didapati ada yang mengungsi ke luar daerah, luar kota bahkan ada yang mengungsi ke luar negeri, disebabkan besarnya dampak trauma yang mereka rasakan.

Kondisi saat ini, Gampong Lamdingin sudah semakin tertata rapi, penduduk sebagian memilih untuk kembali balik dan bertempat tinggal dan mulai membangun kembali dilokasi rumah awal yang sudah menjadi puing-puing. Aktifitas mata pencaharian, dan fasilitas-fasilias umum kembali dibangun. Penghijauan kembali ditanam di sepanjang median jalan, bahkan kehidupan usaha pun semakin berkembang sehingga nelayan kembali bisa melaut. Bahkan pasar umum yang dulunya terletak di Peunayong, kini sudah dipindahkan lokasinya di Dusun Gano Gampong lamdingin. Denyut perekonomian disana sudah menjadikan Gampong Lamdingin, menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di Kota Banda Aceh.




Lamdingin

Alamat
Jl. Bak asan gang konveksi dusun lampohpak kode pos: 23127
Phone
Telp. 0821-6018-3173,0812-6975-682
Email
lamdingin-gp.bandaaceh.kota.go.id
Website
lamdingin.sigapaceh.id

Kontak Kami

Silahkan Kirim Tanggapan Anda Mengenai Website ini atau Sistem Kami Saat Ini.

Total Pengunjung

14.946